Resensi buku "Logika Hukum"


           

         

            Judul Buku : Logika hukum
Pengarang Buku : Fajlurrrahman Jurdi
Penerbit Buku : KENCANA
Tahun Terbit : 2017
Cetakan : Edisi Pertama
            Jumlah Halaman : xiv, 204 hlm
ISBN : 978-602-422-167-6

Fitrainy Munira

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era Globalisasi ini menimbulkan permasalahan yang terjadi khususnya dunia pendidikan saat ini adalah kurangnya minat membaca buku. Canggihnya alat komunikasi saat ini yang dapat mengakses informasi lebih mudah dan praktis merupakan salah satu faktor kurangnya minat membaca dikalangan mahasiswa/mahasiswi. Segala sesuatunya bisa diakses dengan mudah melalui aplikasi yang disebut google. Oleh karena itu, dengan adanya tugas yang diberikan dengan “merensi” buku yang berjudul “Logika hukum” yang ditulis oleh fajlurrahman Jurdi sebagai tugas dari matakuliah  sehingga dapat menjadi jawaban dari permasalahan yang sedang terjadi.

Adapun pembahasan yang disajikan dalam buku dibahas per bab nya adalah :
1.      Pengertian Logika, Filsafat, Hukum, dan Filsafat Hukum.
2.      Jenis-Jenis Logika dan Penerapannya dalam Ilmu Hukum.
3.      Epistemologi Hukum, Ontologi Hukum, dan Aksiologi Hukum.
4.      Logika Kumulatif, Alternatif dan Kumulatif-Alternatif dalam Hukum.
5.      Eksistensi “Definisi” dan “Bahasa” dalam Logika Hukum.
6.      Menulis Hukum secara Logis.
7.      Menulis Argumentasi hukum yang logis.

Berikut dibawah ini mengenai penjelasan dari setiap Bab yang dimaksudkan:

Bab I
Logika merupakan keseluruhan daripada hukum-hukum untuk memperoleh yang benar dalam pemikiran kita; sehingga logika juga disebut teknik berpikir. Ada 2 tipe logika pertama benar-benar mengabaikan segala makna yang tersembunyi (yakni mitologis), sedangkan tipe hampir seluruhnya berfokus pada penyingkapan makna-makna semacam itu seterang-terangnya.
Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian, memuat dua golongan, yaitu substansi/sebagai sifat yang umum dan aksidental sebagai sifat yang secara tidak kebetulan. Dari 2 golongan tersebut terurai menjadi 10 jenis kategori, yaitu, substansi (mis:manusia, binatang), kuantitas (dua,tiga), kualitas (merah, baik), relasi (rangkap,separuh), tempat (di rumah, di pasar), waktu (sekarang, besok), keadaan (duduk, berjalan), mempunyai (berpakaian, bersuami), berbuat (membaca,menulis), dan menderita (terpotong, tergilas).
Logika mensyaratkan tersistematisasinya satu premis hingga ke konklusi, sehingga ia menciptakan jalan “berpikir” yang lurus. Bila kesimpulan berasal dari premis-premis secara niscaya, proses itu disebut deduksi; penalaran deduktif; logika deduktif. Bila kesimpulan berasal dari premis-premis dengan derajat kemungkinan, proses itu disebut induksi, penalaran induktif, logika induktif.
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu : philos dan sophos/sophia. Philos/philein yang artinya mencintai atau cinta. Adapun sophos/sophia yang artinya kearifan atau kebijaksaan, sehinnga filsafat biasa diterjemahkan “cinta kearifan atau kebijaksanaan”. Tokoh yang mendefinisikan filsafat antara lain Herodotus, Phytagoras, Plato, Aristoteles, Lorens bagus, Stephen Palmquis, Hans kelsen, Jan hendrik Rapar.
Filsafat disebut juga sebagai mater scientarum atau induk segala ilmu pengetahuan. Karenanya, logika merupakan bagian dari filsafat – meskipun dalam pembahasan ini logika di bahas dahulu setelah filsafat – dan hukum adalah merupakan bagian dari filsafat. Filsafat mengajarkan cara berpikir logis, radikal,konseptual, rasional, sistematik, memburu kebenaran, dan berpikir koheren.
Kita bisa membentuk sebuah definisi di seputar para profesional dan instituisi “walhasil sistem hukum di sini dibatasi oleh profesi yang relevan dari para pengacara, hakim, polisi, legislator, administrator, notaris, dan yang lainnya. Adapun dalam buku ini  beberapa tokoh-tokoh yang mendefinisikan hukum antara lain : Hoebel, Bagi kisch, Ahmad Ali, Gray, Julius Stone, dan Munir Fuady.
Filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yang melihat hukum tidak saja dari perspektif positivisme, tetapi juga dari perspektif yang lebih luas, sehingga hukum tidak saja “memuja” kepastian, tidak hanya “memberhalakan” kemanfaatan, tetapi juga mengedepankan keadilan. Filsafat hukum meletakkan hukum sebagai “perkakas” keadilan, tanpa melupakan kepastian dan kemanfaatan. Adapun dalam buku ini tokoh-tokoh  yang mendefinisikan filsafat hukum antara lain, menurut Muhadi, Satjipto Raharjo, Rudolf Stammler, dan van Apeldorn, Lili Rasyid, dan gustav Radbruch.
Secara sederhana yang dimaksud dengan filsafat hukum adalah cabang filsafat yang mempelajari dimensi dari “hakikat” hukum. Dalam hal ini, adalah sesuatu yang “terdalam” dan “transenden” dari hukum. Hukum dimaknai bukan saja dalam kerangka positivisme, tetapi justru dimaknai sebagai sesuatu yang lebih dari itu. Hukum meletakkan individu dan masyarakat sebagai entitas yang tinggi harkat dan martabatnya. Filsafat hukum berada dalam makna transendensi hukum.

Bab II
Logika deduktif
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusun dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Deduksi dalam hukum awal dengan identifikasi aturan hukum, dalam identifikasi hukum kadang-kadang dijumpai keadaan aturan hukum sebagai berikut :
·         Kekosongan hukum
·         Konflik norma hukum
·         Norma hukum yang kabur
Jika terjadi kekosongan hukum, orang berpegang pada asas curia novit. Hakim dianggap tahu hukum, ia tidak menolak suatu perkara yang diajukan dengan alasan tidak ada aturannya atau tidak jelas, hakim wajib menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Jika terjadi konflik hukum, orang berpegangan pada asas penyelesaian konflik undang-undang, yaitu asas lex posterior gorat legi prio (undang-undang yang belakangan menyalahgunakan yang terdahulu), asas lex specialist degorat legi generali (undang-undang yang khusus mengalahkan yang umum), dan asas lex superior derogat legi inferior (undang-undang ynag lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah).
Jika norma hukum yang kabur, orang berpegangan pada metode hermeneutik (interpretasi-penafsiran).
Logika Deontologis
Logika ini disebut oleh lorens bagus sebagai logika deontik. Logika deontik adalah logika yang berurusan dengan konsep-konsep seperti; kewajiban, permisibilitas dan non-permisibilitas, keharusan, kepatutan, kelayakan, ke dalam suatu sistem koheren.
Di dalam hukum, kewajiban,keharusan, dan kelayakan melekat melalui undang-undang. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban legis untuk “mealakukanatau “tidak melakukan” berdasarkan perintah imperatif undang-undang.
Dalam konteks etika Deontologis (Milton D. Hunnex), dalam ilmu hukum konsep “kewajiban” berbeda “kewajiban moral”. kewajiban dapat bermakna bahwa “perbuatan dilarang” atau “perbuatan dianjurkan” yang disertai dengan ancaman hukum. Adapun kewajiban moral adalah pilihan (choice) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Logika Dialektis
Rumus pertama dalam logika dialektis dalam konteks ini adalah bahwa manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, manusia itu tunggal dan bebas berkehendak, namun sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kecenderungan untuk dapat bekerja sama atau tidk dapat bekerjasama dengan manusia lain. Dari tidak dapat bekerja sama inilah lahir apa yang disebut sebagai hubungan dialektis antarmanusia.  Tokoh dibalik logika ini adalah Karl Marx , Hegel. Rumusan tesis-antitesis-sintesis adalah rumusan pasti dalam logika dialektika.
Logika Material
Logika material mempelajari “apa” penalaran itu, dalam logika material yang dipersoalkan adalah bagaimana menngunakan penalaran yang valid dari Logika formal untuk keuntungan terbaik dalam mengeksplorasi problem yang dihadapi. Tokoh dalam pemikiran ini adalah friedman , dimana dia melihat hukum dari sisi sistem yang disebut dengan sisi sistem hukum. Sistem hukum terpilah menjadi 3, yakni, legal culture, legal structure, dan legal substance.
Puncak dari logika metial adalah adanya pembagian ilmu, dan keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lain
Logika Formal
Logika formal merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk pemikiran (konsep, putusan, kesimpulan, dan pembuktian) berkenaan dengan struktur logisnya, yaitu dengan abstraksi isi konkret dari pikiran-pikiran dan menonjolkan hanya cara-cara umum yang olehnya memungkinkan bagian-bagian dari isu itu berhubungan. Tokoh dari logika ini adalah George Novack, yang menyatakan bahwa ada 3 dasar logika formal:
·         Hukum identitas
·         Hukum kontradiksi
·         Hukum tiada jalan tengah (the law of excluded middle)
Logika Informal
Logika informal terkait dengan kesalahan-kesalahan (informal), berpikir kritis, keterampilan gerakan berpikir, dan penyelidikan interdisipliner yang dikenal sebagai teori argumentasi. Tokoh yang mendefinisikan logika ini adalah Ralph H Johnson dan J. Anthony Blair.
Logika Modal
Menurut lorens Bagus, logika modal adalah merupakan suatu sistem logika. Ia mempelajari struktur proposisi-proposisi yang memuat modalitas-modalitas seperti:
Keniscayaan
Kenyataan
Kemungkinan
Kebetulan
Dan, negasi-negasinya.
Usaha untuk membangun logika modal dikerjakan oleh Aristoteles, kaum stoa, kaum skolastik.

Bab III
Epistemologi Hukum
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologi membandingkan kajian sistematik tentang;
Sifat,
Sumber, dan
Validitas pengetahuan.
Tokoh dalam membahas hal ini antara lain Filsafat bacon menurut Russel  dan Descartes. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam pengetahuan, diantaranya adalah :
·         Metode Induktif
·         Metode Deduktif
·         Metode Positivisme
·         Metode Komtemplatif
·         Metode Dialektis
Ontologi Hukum
Menutut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu on/ontos =ada, dan logos =  ilmu, jadi ontologi adalah ilmu yang ada.
Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikkat yang ada, yang merupaka ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstral. Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sbb:
·         Monisme
·         Dualisme
·         Pluralisme
·         Nihilisme
·         Agnostisisme
Aksiologi Hukum
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori, jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Dari definisi diatas terlihat bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki menusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Adapun pembahasan mengeni teori kebenaran, yang dapat dibedakan atas (1) teori kebenaran koherensi, (2) teori kebenaran korespondensi, (3) teori kebenaran pragmatis, (4) teori kebenaran semantik.

Bab IV
Logika Kumulatif
Logika kumulatif adalah logika yang disandarkan pada aktifitas pembentukan undang-undang dan aktivitas tersebut memiliki alasan-alasan historis, sosiologis, yuridis, dan politis. Sesuai dengan arti kata kumulatif, yakni “bersifat menambah”, maka kata “dan” adalah kumulatif.
Logika Alternatif
Logika alternatif 
Logika ini ditandai dengan kata “atau”. Menurut KBBI “atau” adalah kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal (pilihan).
Logika Kumulatif-Alternatif
Logika ketiga yang dimuat dalam undang-undang adalah kumulatif-alternatif yang diwakili oleh kata “dan/atau”. Kata dan/atau banyak kita temukan dalam suatu undang-undang, karena ini terkait dengan dua subjek atau objek yang bisa terjadi salah satunya atau kedua-duanya sekaligus.
Eksistensi Logika Kumulatif, Logika Alternatif, dan Logika Kumulatif-Alternatif
Setiap kegiatan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan, selalu melibatkan hubungan logis antar :
Kata dengan kata
Kata dengan kalimat
Kalimat dengan kalimat
Kalimat dengan kata;

Bab V
Eksistensi “Definisi” dan Peran Bahasa dalam Logika Hukum
Apakah itu Definisi ?
Dalam KBBI, definisi adalah kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas; batasan (arti). Definisi juga bisa diartikan sebagai “rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.”
Dalam kajian logika deduktif, secara umum macam-macam definisi dibedakan menjadi 3 yaitu ;
1.      Definisi Nominalis
2.      Definisi Realis
3.      Definisi Praktis
Penggunaan definisi dalam hukum
Definisi hukum lebih banyak menggunakan pendekatan definisi realis dan definisi praktis, sementara definisi nominalis jarang digunakan, kecuali dalam hal-hal tertentu seperti ketika hakim memutuskan suatu perkara.
Penggunaan definisi dalam Undang-Undang
Penggunaan definisi dalam undang-undang tidak sama, karena definisi dalam undang-undang adalah upaya untuk membatasi hal-hal tertentu yang tertuang dalam norma hukum. Sehingga definisinya bersifat konkret, tidak terlalu abstrak sebagaimana penggunaan definisi dalam hukum.
Pengertian Bahasa
Menurut KBBI, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa juga dapat dimaknai sebagai “percakapan (perkataan) yang baik” yang berefek pada tingkah laku yang baik dan sopan santun. Bahasa itu berwujud Lambang-lambang. Yang dimaksud dengan istilah lambang-lambang adalah setiap kata atau bentuk ucapan selalu mewakili atau dihubungkan dengan benda, tindakan atau konsep tertentu.
Bahasa Hukum
Fungsi bahasa dalam membangun Logika Hukum
Oleh H.F. Abraham Amos ada 7:
1.      Fungsi informatif
2.      Fungsi praktis
3.      Fungsi ekspresif
4.      Fungsi performatif
5.      Fungsi seremonial
6.      Fungsi logis
7.      Fungsi rasionalitas

Bab VI
Menulis hukum secara logis dimulai dengan ;
1.      Judul
2.      Latar Belakang Masalah
3.      Pertanyaan Penelitian
4.      Metode Penelitian untuk Mencari Jawaban yang Logis
5.      Kerangka Teoritis Penelitian
6.      Jawaban Terhadap Pertanyaan
7.      Penutup

Bab VII
Menulis Argumentasi Hukum yang Logis terdapat 4 hal yang diperhatikan :
1.      Summary (catatan ringkas terhadap satu kasus atau penelitian hukum).
2.      Fakta Hukum
3.      Isu Hukum
4.      Analisis Hukum
5.      Kesimpulan
Saya belum bisa membahasakan buku ini dengan kata “sempurna” karena kesempurnaan hanya milik yang maha kuasa atas langit dan bumi. Namun isi dari buku ini dibahas sangat detail, sistematis dan mudah dipahami. Memberikan banyak ilmu dan pengetahuan bagi pembaca. Dalam penulisan buku ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, namun untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan tersebut belum mampu saya jabarkan dikarenakan keterbatasan pengetahuan mengenai hal itu.


SEKIAN dan TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT



Komentar